Sabtu, 27 April 2024

Diduga Lecehkan Mahasiswi, Dosen Perguruan Tinggi di Samarinda Dilaporkan Polisi

Senin, 29 Agustus 2022 21:6

IST

POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Lembaga pendidikan kembali tercoreng. Kali ini kasus dugaan kekerasan seksual Dosen kepada mahasiswinya. Terduga adalah seorang dosen Fakultas Kehutanan (Fahutan) Universitas Mulawarman (Unmul). Merespon hal tersebut, Kini, setalah berbulan-bulan, terhitung 8 Juni 2022, Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum (FH) Unmul bersama Pusat Studi Hukum Perempuan dan Anak (Pushpa) atas surat kuasa dari para korban, resmi melaporkan dosen terduga ke Polresta Samarinda. LKBH FH Unmul dan Pushpa menyampaikan laporan pidana atas Tindak Pidana Kejahatan terhadap Kesusilaan sebagaimana yang dimaksud pada pasal 294 ayat 2 K.U.H.P. Dalam ayat 2 menjelaskan, pengurus, dokter, guru, pegawai, mandor (opzichter) pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara (landswerkinrichting), tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya. Bila terbukti melakukan tindak pidana tersebut, terduga dosen Fahutan akan dihukum, dengan hukuman maksimal selama 7 tahun kurungan. Salah seorang kuasa hukum dari LKBH FH Unmul, Robert Wilson Berlyando membeberkan pihaknya telah menyampaikan laporan secara tertulis. “Dugaan itu terjadi kepada klien kami, mahasiswi Fahutan Unmul dalam waktu yang berbeda. Jadi 3 orang para pelapor selaku korban. Saat ini kami sampaikan secara tertulis untuk diproses sebagaimana mestinya,” ujar Robert kepada awak media, Senin (29/8/2022). "Mekanismenya nanti ada disposisi dari kapolres, kasat, dan nanti ditunjuk penyidiknya. Nanti ada undangan dan klarifikasi untuk kami penuhi,” imbuhnya. Disampaikan, kejadian yang dialami 3 (tiga) mahasiswi Fahutan Unmul itu hampir serupa. Ketiganya adalah mahasiswi bimbingan skripsi dari terlapor alias dosen yang diduga sebagai pelaku. Namun tak menyangka, dosen terlapor justru melakukan tindakan yang amoral kepada mahasiswi tersebut. Membuat korban merasa tidak nyaman hingga mengalami trauma untuk menyelesaikan tugas akhir kuliah. Lebih lanjut, Robert menyampaikan dari kesaksian korban ada sentuhan-sentuhan ke bagian yang menurut pihaknya tidak seharusnya dilakukan seorang tenaga pengajar kepada mahasiswi. Atas hal tersebut, terlapor diduga melakukan tindak pidana yang dimaksud pada pasal 294 ayat 2 KUHP. “Jadi patut diduga ini korbannya banyak. Karena kalau kami mengkaji di lapangan, bahwa banyak kesaksian sebenarnya seperti habit. Artinya tabiat dari yang bersangkutan itu seperti itu,” bebernya. Pihaknya menduga ada korban lainnya yang belum berani bersuara. Dari keterangan ketiga korban, pelaporan kasus bertujuan agar menjadi peringatan bagi mahasiswa-mahasiswi, terlebih seluruh civitas akademik Unmul. Bila terjadi hal serupa, diharap berani mengungkapkannya. “Supaya ini jadi peringatan bagi semua. Terutama dalam lingkungan pendidikan. Ada azas-azas kesusilaan yang harus dijunjung tinggi. Di mana seorang tenaga pengajar seharusnya juga mendidik. Tidak hanya akademik,” tegas Robert. Pada laporan hari ini, ada beberapa bukti yang dilampirkan ke polisi, yakni obrolan chat WhatsApp. Diduga terlalor kerap melakukan bujuk rayu dan hal-hal yang sifatnya mengajak. Adapula bukti pemeriksaan dari psikolog atas kondisi korban. Sebelumnya diwartakan media ini, pada April 2022, para korban didampingi Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) Sylva Fahutan melaporkan tindakan amoral yang diduga dilakukan dosen ke pihak Dekanat Fahutan. Kemudian laporan tersebut diteruskan ke Rektorat Unmul. Pada 28 April 2022, LEM Sylva dan BEM Fisipol Unmul bersama ratusan mahasiswa menggelar unjuk rasa lantaran Rektorat Unmul seperti tidak menggubris. Namun, hasil audiensi mengatakan Rektorat menunggu ketetapan dari Dekanat Fahutan. Di hari yang sama, pihak Dekanat Fahutan menerbitkan surat ketetapan nomor 926/UN17.14/KP/2022/ yang terdiri dari 6 poin. Salah satuya ialah membebastugaskan dosen terduga dari aktivitas akademik hingga kasus berstatus hukum tetap. Sementara itu, Pusat Studi Perempuan dan Anak (PUSHPA) Unmul, Haris Retno menerangkan saat ini trauma yang dialami korban dapat dengan jelas diketahui. Bahkan sekadar melihat kendaraan yang mirip digunakan terlapor, menimbulkan rasa takut terhadap korban. “Mendengar suara dosen ini dari zoom meeting, ini enggak ketemu langsung, itu saja mereka langsung gemetar dan keringat dingin,” ujar Retno. Terpisah, salah seorang lainnya dari LKBH FH Unmul, Alfian menjelaskan sejak surat kuasa diterima LKBH FH Unmul dan Pushpa, Juni 2022 lalu. Pihaknya telah beberapa kali melakukan gelar perkara, mencari informasi, bukti, dan saksi. Disinggung mengenai kendala, Alfian mengatakan semua berjalan lancar. Hanya yang membutuhkan waktu ialah menunggu hasil dari pemeriksaan psikolog. "Alhamdulillah aman saja, paling menunggu laporan psikolog yang memang membutuhkan waktu karena pemeriksanaan, analisis, dan kajian yang mendalam," terangnya saat dikonfirmasi media hari Senin (29/8/2022). Terkait laporan ke polisi, Kasat Reskrim Polresta Samarinda Kompol Andika Dharma Sena yang turut dikonfirmasi awak media mengatakan telah menerima laporan tindak asulisa tersebut. "Sudah kami terima, masih kami pelajari lebih lanjutnya," jelasnya. (*)
Tag berita:
Berita terkait