POLITIKAL.ID - Fraksi Partai Golkar secara resmi mengusulkan Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, sebagai pahlawan nasional. Usulan ters...
POLITIKAL.ID - Fraksi Partai Golkar secara resmi mengusulkan Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, sebagai pahlawan nasional.
Usulan tersebut merupakan hasil pembahasan internal partai, termasuk diskusi bersama organisasi sayap Golkar, Satkar Ulama Indonesia.
Namun, langkah tersebut tak lepas dari kontroversi setelah Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (GEMAS) menyuarakan penolakan keras.
Ketua DPP Partai Golkar, Hetifah Sjaifudian, mengungkapkan bahwa wacana pengusulan Soeharto muncul setelah melalui proses pertimbangan di tubuh partai.
“Usulan itu datang dari Fraksi MPR Golkar dan memang dibahas secara internal. Salah satunya dibicarakan juga dengan Satkar Ulama Indonesia,” jelas Hetifah kepada media, Senin (21/4).
Menurut Hetifah, Golkar menghargai usulan tersebut sebagai bagian dari upaya mengenang jasa tokoh yang dinilai memiliki kontribusi besar terhadap pembangunan bangsa.
“Kami sebagai bagian dari Golkar tentu akan mendukung apapun hal yang positif untuk kepentingan bangsa,” tambahnya.
Ia mengaku belum menerima informasi resmi terkait adanya penolakan dari kelompok masyarakat.
Namun, di sisi lain, reaksi keras datang dari Koalisi GEMAS yang terdiri atas sejumlah organisasi masyarakat sipil, termasuk Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Mereka menilai Soeharto tidak layak dianugerahi gelar pahlawan nasional karena memiliki rekam jejak yang dianggap kelam.
“Patut dipertimbangkan bahwa upaya dalam mendorong perbaikan situasi dan kehidupan bernegara pasca-rezim otoritarian Orde Baru sudah sepatutnya menjadi dasar dalam menyelenggarakan urusan negara,” tegas KontraS dalam keterangannya, dilansir dari CNN Indonesia.
GEMAS menyoroti catatan kekerasan terhadap warga sipil, pelanggaran hak asasi manusia, penyalahgunaan kekuasaan, serta praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang terjadi selama Soeharto menjabat.
Mereka menilai bahwa pengusulan Soeharto justru mencederai semangat reformasi dan perjuangan rakyat dalam menegakkan demokrasi dan hukum. KontraS juga menekankan pentingnya menjunjung nilai-nilai HAM dan suri teladan kepemimpinan yang bersih, adil, dan transparan.
“Tidak memberikan toleransi kepada individu yang merugikan Negara Republik Indonesia,” tegas mereka.
Hingga saat ini, wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto terus menjadi perdebatan publik.
Pemerintah melalui Kementerian Sosial memiliki peran dalam melakukan verifikasi dan seleksi tokoh-tokoh yang diajukan sebelum disahkan melalui Keputusan Presiden.
(Redaksi)