Minggu, 19 Mei 2024

Sejarah Kelam dari Hasil Ekspor Pasir hingga Hilangkan Pulau-pulau di Indonesia

Kamis, 1 Juni 2023 17:28

POTRET -  Munculnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang mengizinkan lagi pengerukan hingga ekspor pasir laut membuka masa lalu tentang Ekspor Pasir Laut Indonesia. / Foto: Istimewa

POLITIKAL.ID - Munculnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang mengizinkan lagi pengerukan hingga ekspor pasir laut membuka masa lalu tentang Ekspor Pasir Laut Indonesia

Ekspor pasir laut Indonesia punya sejarah kelam yang membuat pulau-pulau di Indonesia hilang. Sebagian pasir tersebut digunakan untuk memperluas wilayah Singapura.

Hingga berbagai penolakan dilayangkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), baik dari pegiat lingkungan hingga eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) 2014-2019 Susi Pudjiastuti.

Restu Jokowi dalam beleid tersebut mematahkan pelarangan 20 tahun lamanya yakni sejak masa pemerintahan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri.

Kala itu, Megawati melarang ekspor pasir laut yang diatur oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soemarno melalui Kepmenperin Nomor 117 Tahun 2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Laut.

Ekspor pasir laut dihentikan sementara demi mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas, yakni tenggelamnya pulau kecil. Penghentian ekspor itu akan ditinjau kembali setelah tersusunnya program pencegahan kerusakan terhadap pesisir dan pulau kecil.

Sebelum dilarang ekspor, Indonesia pemasok utama pasir laut ke Singapura.

Mengutip Reuters, Indonesia pertama kali melarang ekspor pasir laut pada 2003. Larangan ekspor itu dipertegas pada 2007 silam sebagai bentuk perlawanan aksi pengiriman pasir secara ilegal ke Negeri Singa.

"Sebelum pelarangan, Indonesia adalah pemasok utama pasir laut Singapura untuk perluasan lahan, dengan pengiriman rata-rata lebih dari 53 juta ton per tahun antara 1997 hingga 2002," tulis laporan tersebut, dikutip Rabu (31/5).

Sedangkan menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2019, Negeri Singa adalah importir pasir laut terbesar di dunia.

Bahkan, Singapura mengimpor 517 juta ton pasir laut dari para negara tetangganya, termasuk Malaysia, dalam dua dekade lamanya.

Pada 2007 lalu, Freddy Numberi yang saat itu menjabat sebagai Menteri KKP mengakui bahwa ekspor pasir laut untuk reklamasi Singapura sempat menghilangkan dua pulau milik Indonesia.

Oleh karena itu, pihaknya menegaskan larangan ekspor tersebut.

"Pulau Nipah dan Sebatik sempat hilang, karena pasir yang ada dikeruk untuk dijual ke Singapura. Jadi, ekspor pasir laut itu merugikan, karena itu saya hentikan," tegasnya pada Mei 2007, dikutip dari Antara.

"Jadi, Indonesia nggak mendapatkan apa-apa dari ekspor pasir laut itu karena Indonesia juga dirugikan. Ada pulau yang hilang, lingkungan rusak, dan Indonesia harus keluar uang banyak untuk memulihkan," sambung Freddy.

Freddy mengatakan pulau-pulau terluar Indonesia memang rawan. Ia mengklaim ada beberapa pulau yang belum didatangi Pemerintah Indonesia, tetapi sudah dikunjungi orang-orang asing.

Pulau Nipah terletak di Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam. Nipah adalah bagian dari gugusan pulau yang berada di bagian terluar Indonesia, di mana berbatasan di sebelah utara Singapura.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada 2004 lalu mengatakan pulau tak berpenghuni itu hampir tenggelam.

Dari luas area sekitar 60 hektare saat air surut, hanya tinggal seonggok tanah tersisa tidak lebih dari 90x50 meter saat air pasang.

Soenarno yang saat itu menjabat sebagai Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah meninjau langsung Pulau Nipah yang berjarak 4,8 mil barat laut dari Pulau Batam itu.

Ia menyebut butuh 2 juta kubik pasir untuk mereklamasi pulau tersebut.

"Paling tidak dibutuhkan dana Rp100 miliar untuk mereklamasi 60 hektare pulau ini," kata Soenarno dalam kunjungan bersama Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri saat itu.

Konservasi dan reklamasi Pulau Nipah digarap sejak April 2004, di mana perencanaannya dilaksanakan oleh PT Virama Karya dan pekerjaan fisiknya dilakukan secara joint operation oleh PT Hutama Karya dan PT Brantas.

Pada 2007 lalu, Denny Novendy yang masih berstatus Laksamana Pertama TNI dan menjabat Komandan Gugus Keamanan Laut Armada Kawasan Barat RI mengatakan wilayah Indonesia semakin sempit imbas ekspor pasir laut.

Ia mengamini bahwa banyak pulau yang hilang.

"Semakin maju (luas) daratan Singapura, maka perhitungan perairannya pun menjadi maju. Wilayah perairan RI pun menjadi mundur. Sudah banyak pulau yang hilang kala air laut pasang," ujar Denny saat itu.

Berdasarkan data Pemerintah Singapura, lahan negara itu meluas hingga 2,7 kilometer persegi selama 2018. Perluasan itu bahkan menjadi yang terbesar selama satu dekade terakhir.

Singapura memang terkenal dengan metode reklamasi menggunakan pasir laut untuk mengekspansi luas negaranya.

Pada 2019, setidaknya Negeri Singa sudah meluas lebih dari seperempat luas awal menjadi 720 kilometer persegi, di mana sebagian besar pertumbuhan terjadi sejak kemerdekaan pada 1965.

Namun, biaya reklamasi diklaim makin mahal karena perpindahan ke perairan yang lebih dalam. Di lain sisi, negara-negara yang menjual pasir ke Singapura telah menghentikan ekspor karena masalah lingkungan.

(Redaksi)

 

Tag berita: