Jumat, 17 Mei 2024

Ini Tanggapan KPU soal Pasal Syarat bagi Mantan Narapidana Korupsi Nyaleg di Pemilu 2024

Sabtu, 27 Mei 2023 19:0

BERBICARA - Ketua KPU, Hasyim Asy'ari. / Foto: Istimewa

POLITIKAL.ID -  Komisi Pemilihan Umum (KPU) membantah menyelundupkan pasal tentang syarat bagi mantan narapidana korupsi maju sebagai calon legislatif (caleg) di Pemilu 2024.

Hal ini disampaikan Ketua KPU, Hasyim Asy'ari yang mengatakan telah melaksankan keputusan MK. 

Pasal itu disebut diselundupkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD dan PKPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPD.

Peraturan itu mengatur tentang mantan terpidana korupsi yang hendak mencalonkan diri dalam Pemilu 2024 tidak diwajibkan melewati masa jeda lima tahun

"KPU tidak menyelundupkan pasal, namun melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Hasyim dalam keterangan tertulis, Sabtu (27/5).

Hasyim menegaskan dalam membuat aturan itu KPU telah merujuk dan menjadikan Putusan MK 87/PUU/-XX/2022 sebagai sumber hukum.

KPU juga telah menempuh prosedur uji publik, konsultasi kepada pembentuk Undang-undang dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), dan proses harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM sebelum dilakukan pengundangan.

Hasyim menjelaskan Putusan MK 87/PUU/-XX/2022 menyatakan uji materi Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengika

Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu itu menyebutkan bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota adalah WNI dan harus memenuhi persyaratan tidak pernah sebagai terpidana dengan ancaman hukuman lima tahun penjara atau lebih.

Kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa.

Kemudian, bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu lima tahun setelah selesai menjalani masa tahanan, secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jarti dirinya sebagai mantan terpidana dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.

"Karena sanksi pencabutan hak politik dicalonkan berdasar putusan pengadilan, oleh MK dianggap sudah adil sebagai jeda waktu, sehingga tidak perlu digenapi jadi lima tahun. MK menghormati putusan pengadilan yang ada," ujar Hasyim.

Atas dasar putusan tersebut, Hasyim kemudian memberikan simulasi sebagai berikut:

Mantan terpidana korupsi yang diputus pidana dengan ancaman lima tahun atau lebih, dan pidana tambahan pencabutan hak politik tiga tahun. Yang bersangkutan bebas murni (berstatus mantan terpidana) pada tanggal 1 Januari 2020.

Jika mendasarkan pada amar putusan MK nomor 87/PUU-XX/2022, maka jeda waktu untuk dapat dipilih harus melewati lima tahun, sehingga jatuh pada tanggal 1 Januari 2025.

Namun oleh hakim pengadilan di lingkungan Mahkamah Agung, dengan putusan pidana tambahan pencabutan hak politik selama tiga tahun, maka yang bersangkutan sejak bebas murni pada tanggal 1 Januari 2020 tentunya memiliki hak untuk dipilih pada tanggal 1 Januari 2023, sehingga ketentuan jeda waktu sesuai amar putusan MK tidak berlaku pada situasi ini.

Sebelumnya, Indonesian Corruption Watch (ICW) mengkritik PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD dan PKPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPD yang mensyaratkan terpidana korupsi tak harus melewati masa jeda lima tahun ketika mencalonkan diri dalam Pemilu mendatang.

"KPU diketahui menyelundupkan pasal yang membuka celah mantan terpidana korupsi untuk maju dalam kontestasi pemilu legislatif tanpa melewati masa jeda waktu lima tahun. Jelas dan terang benderang tindakan KPU itu dapat dikategorikan sebagai pembangkangan atas putusan MK," demikian keterangan ICW.

Menurut ICW, KPU menunjukkan sikap permisif terhadap praktik korupsi politik serta memberikan karpet merah kepada para koruptor dalam mengikuti pesta demokrasi tahun 2024 mendatang.

Oleh karena itu, ICW bersama dengan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, PUSAKO FH UNAND, dan Komite Pemantau Legislatif mendesak agar KPU segera membatalkan PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dan PKPU Nomor 11 Tahun 2023.

Kemudian, mereka juga meminta agar KPU tidak lagi mencantumkan syarat berupa menjalani masa hukuman pencabutan hak politik dan tetap berpegang pada putusan MK berupa melewati masa jeda waktu lima tahun bagi mantan terpidana korupsi yang ingin maju sebagai calon anggota legislatif.

"Jika desakan di atas tidak kunjung dipenuhi, maka kami akan melakukan uji materi dua PKPU tersebut ke Mahkamah Agung," ujarnya.

(Redaksi)

Tag berita: