Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (Probebaya) yang menjadi salah satu dari 10 program prioritas Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda dipas...
POLITIKAL.ID - Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (Probebaya) yang menjadi salah satu dari 10 program prioritas Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda dipastikan terus berlanjut pada tahun 2025. Program ini bukan hanya menjadi instrumen pembangunan infrastruktur berskala kecil, tetapi juga telah menghidupkan kembali semangat gotong royong dan partisipasi warga di tingkat rukun tetangga (RT).
Camat Samarinda Ulu, Sujono menegaskan bahwa keberlanjutan program Probebaya adalah bukti nyata bagaimana pembangunan dapat berjalan efektif jika melibatkan masyarakat secara langsung. Menurutnya, hampir seluruh RT di wilayahnya telah menunjukkan kemajuan yang signifikan sejak program ini digulirkan.
“Kalau pesat, persentasenya hampir semua RT mengalami kemajuan. Dengan adanya Probebaya, warga juga sangat aktif dalam hal pemberdayaan,” ujar Sujono.
Ia menjelaskan, program ini bukan sekadar proyek pembangunan infrastruktur, melainkan juga wadah pemberdayaan ekonomi masyarakat. Setiap RT mendapatkan dana bergulir sebesar Rp100 juta, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan prioritas lingkungan. Namun, keistimewaan program ini bukan pada besarnya anggaran, melainkan pada bagaimana warga turut bergotong royong melengkapinya dengan swadaya dan bantuan sukarela.
“Dananya kan Rp100 juta bergulir, secara ekonomi juga ikut bergulir. Selain itu, ada swadaya masyarakat dan bantuan yang mengalir dari warga untuk mempercepat pembangunan,” tuturnya.
Dari total 320 RT di Kecamatan Samarinda Ulu, seluruhnya telah memanfaatkan dana Probebaya untuk membangun fasilitas di wilayah masing-masing. Mulai dari perbaikan jalan lingkungan, pembangunan posyandu, drainase, hingga sarana pendidikan dan keamanan, semua dilakukan dengan pendekatan partisipatif.
Menurut Sujono, capaian pembangunan melalui Probebaya telah mendekati target maksimal.
“Untuk capaian dari target yang direncanakan warga, itu mungkin sudah mencapai 80 sampai 90 persen,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa Probebaya dirancang agar setiap tahun memiliki kesinambungan dengan tahun berikutnya. Dengan demikian, program ini tidak berhenti di satu siklus anggaran saja, melainkan menjadi bagian dari perencanaan jangka panjang di tingkat RT.
“Dalam jangka waktu satu tahun, apalagi programnya setiap tahun, maka tahun 2025 ini warga sudah mulai merencanakan program untuk 2026. Begitu juga untuk tahun 2027 nanti, rencananya sudah disusun sejak tahun sebelumnya,” jelasnya.
Ia menyebutkan bahwa hingga akhir Oktober 2025, target tahunan program di wilayahnya sudah hampir mencapai 90 persen. Pencapaian tersebut dinilai sebagai hasil nyata dari sinergi antara pemerintah dan masyarakat.
Salah satu kekuatan utama Probebaya adalah fleksibilitasnya. Program ini memberikan keleluasaan bagi masyarakat menentukan sendiri prioritas pembangunan sesuai kebutuhan lingkungannya. Bagi kawasan rawan banjir, misalnya, dana dialokasikan untuk memperbaiki drainase, membersihkan gorong-gorong, atau membuat penampungan air.
Sementara di wilayah yang tidak mengalami banjir, dana digunakan untuk memperbaiki jalan lingkungan, membangun posyandu, poskamling, serta melengkapi sarana dan prasarana pendidikan. Semua kegiatan dilakukan dengan prinsip partisipasi dan keswadayaan.
“Karena ini skala kecil, jadi pembangunannya memprioritaskan kebutuhan sesuai lingkungan. Kalau banjir, ya bagaimana mengatasinya dari skala kecil. Kalau tidak banjir, bisa untuk infrastruktur seperti jalan, posyandu, atau sarpras pendidikan,” ujarnyak.
Program ini juga berdampak pada peningkatan rasa kepemilikan dan tanggung jawab warga terhadap hasil pembangunan. Masyarakat tidak lagi memandang proyek tersebut sebagai milik pemerintah semata, tetapi sebagai hasil kerja bersama yang harus dijaga.
Selain aspek pembangunan fisik, Probebaya turut menggerakkan perekonomian lokal. Setiap proyek yang dijalankan di tingkat RT melibatkan tenaga kerja dari lingkungan sekitar. Mulai dari tukang, penyedia bahan bangunan, hingga kelompok usaha kecil, semuanya ikut mendapatkan manfaat.
“Program ini bukan hanya membangun jalan atau drainase, tapi juga menggerakkan ekonomi warga. Perputaran uang dari Probebaya terasa langsung di lingkungan,” ungkap Sujono.
Menurutnya, konsep dana bergulir yang diterapkan membuat kegiatan ekonomi di tingkat bawah tetap hidup. Masyarakat saling mendukung dengan memberikan tenaga, material, bahkan sumbangan sukarela demi mempercepat pembangunan.
Salah satu contoh keberhasilan program ini terlihat di beberapa RT yang memanfaatkan dana untuk membangun posyandu dan ruang serbaguna. Fasilitas tersebut kini menjadi pusat kegiatan sosial dan ekonomi warga.
Lebih jauh, Sujono menyebutkan bahwa salah satu dampak terbesar dari Probebaya adalah tumbuhnya kembali semangat gotong royong di tengah masyarakat perkotaan yang mulai memudar. Dengan adanya program ini, warga kembali terbiasa bekerja bersama, berdiskusi, dan menentukan prioritas pembangunan di lingkungan masing-masing.
“Probebaya ini bukan hanya soal dana Rp100 juta, tapi bagaimana masyarakat bisa bergotong royong lagi, saling bantu membangun lingkungan mereka sendiri,” tegasnya.
Ia menilai, pola partisipatif seperti ini menjadi fondasi penting bagi pembangunan berkelanjutan di tingkat lokal. Dengan keterlibatan aktif warga, setiap hasil pembangunan dapat dipelihara lebih baik dan memberikan manfaat jangka panjang.
Kecamatan Samarinda Ulu memastikan, program Probebaya akan terus dijalankan dengan lebih terarah dan transparan. Di tahun 2025 ini, fokus diarahkan pada penyelesaian target infrastruktur dasar sekaligus mendorong peningkatan kualitas pemberdayaan masyarakat.
“Target kami di akhir tahun sudah mendekati 90 persen, dan untuk 2026 nanti akan dilanjutkan dengan program yang lebih inovatif sesuai kebutuhan masyarakat,” pungkasnya.
(*)